Selasa, 19 Oktober 2010

Pola Pelayanan Bimbingan Konseling

POLA PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SEKOLAH


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Bimbingan Konseling



oleh
Fitri Olifia (2201409092)
Ayu Rohmatin Diana (1102409010)
Ahmad Anhar (3201409019)



UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2009
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Dalam aktivitas di sekolah, siswa memerlukan bimbingan bukan hanya sekedar pembelajaran. Rekan siswa untuk menjadi pembimbing yang paling baik dan efektif adalah guru mata pelajaran. Namun tentu saja untuk mendapatkan hasil siswa yang di bimbing dengan benar. Guru mata pelajaran harus mempunyai pengetahuan tentang pola pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Ini dimaksudkan untuk dapat membimbing anak kearah yang lebih optimal dan tidak sembarangan.
Dengan adanya bab mengenai pola pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah ini. Mahasiswa jadi benar-benar paham cara memposisikan diri dalam bimbingan di sekolah pada anak didiknya kelak. Matakuliah ini dimaksudkan membekali mahasiswa sebagai calon guru sekolah menengahuntuk mampu menyelenggarakan pembelajaran yang membimbiing dan memberikan pelayanan dasar-dasar bimbingan sesuai dengan kewenanganya. Sehingga untuk menunjang pembekalan untuk mahasiswa itu. Pembahasan dilakukan tentang model-model bimbingan dan konseling, pola dasar bimbingan, dan pendekatan atau strategi dasar.


B. TUJUAN
Penulisan makalah ini untuk mengetahui:
a) Mengetahui model-model bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan.
b) Mengetahui pola-pola bimbingan.
c) Mngetahui pendekatan atau strategi dasar.


C. METODE PENELITIAN
Dalam pembuatan makalah ini menggunakan metode kepustakaan,yaitu dalam mendapatkan materi untuk penulisan makalah berorientasi pada buku-buku yang berkaitan dengan makalah ini.






























BAB 2
PERMASALAHAN

Ada beberapa hal juga mengenai pola pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah yang masih dipertanyakan seperti:
1. Model-model bimbingan dan konseling apa yang baik untuk bekal mahasiswa nantinya ?
2. Pola dasar bimbingan apakah yang efektif untuk mahasiswa pelajari ?
3. Apa sajakah pola-pola bimbingan yang baik untuk pelayanan bimbingan di institusi pendidikan ?
4. Apa saja pendekatan dan strategi dasar guna pembekalan bagi mahasiswa ?





















BAB 3
PEMBAHASAN MASALAH

A. Model-model Bimbingan dan Konseling dan Pola Dasar Bimbingan
Pelayanan bimbingan dan konseling di lembaga pendidikan yang formal diadakan dalam program bimbingan yaitu suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisir dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu. Program bimbingan dan konseling dapat disusun dengan berdasarkan pada suatu kerangka berfikir dan pola dasar pelaksanaan tertentu.
Model-model bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan berawal dari gerakan bimbingan dan konseling di Amerika yang dikembangkan di sejumlah kerangka pikir yang menjadi pedoman dan pegangan dalam pelayanan di sekolah-sekolah. Istilah Model menurut Shertzer dan Stone (1981) yaitu suatu konseptualisasi yang luas, bersifat teoritis namun belum memenuhi semua persyaratan bagi suatu teori ilmiah. Model-model itu dikembangkan oleh orang tertentu untuk menghadapi tantangan yang timbul dalam kehidupan masyarakat dan lingkungan pendidikan sekolah di Amerika Serikat.
1. Frank Parsons yang menciptakan istilah Vocational Guidance yang menekankan ragam jabatan bimbingan dengan menganalisis diri sendiri, analisis terhadap bidang pekerjaan, serta memadukan keduanya dengan berfikir rasional dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan data serta wawancara konseling.
2. William M. Proctor, (1925) yang mengembangkan model bimbingan mengenalkan dua fungsi yaitu fungsi penyaluran dan fungsi penyesuaian menyangkut bantuan yang diberikan kepada siswa dalam memilih program studi, aktivitas ekstra-kurikuler, bentuk rekreasi, jalur persiapan memegang sesuai dengan kemampuan, bakat, minat dan cita-cita siswa.
3. John M. Brewer, (1932) yang mengembangkan ragam bimbingan seperti bimbingan belajar, bimbingan rekreasi, bimbingan kesehatan, bimbingan moral dan bimbingan perkembangan. Model ini tidak hanya mengenai bimbingan jabatan saja.
4. Donal G. Patterson, (1938) dalam konseling yang dikenal dengan metode klinis menekankan perlunya menggunakan teknik-teknik untuk mengenal konseli dengan menggunakan tes psikologis dan studi diagnostik.
5. Wilson Little dan AL. Champman, (1955) menekankan perlunya memberikan bantuan kepada semua siswa dalam aspek perkembangan siswa dalam bidang studi akademik dalam mempersiapkan diri memangku suatu jabatan dan dalam mengolah pengalaman batin serta pergaulan sosial. Model ini memanfaatkan bentuk pelayanan individual dan kelompok, mengutamakan sifat bimbingan preventif dan preserveratif dan melayani bimbingan belajar, jabatan dan bimbingan pribadi.
6. Kenneth B. Hoyt, (1962) yang mendeskripsikan model bimbingan mencakup sejumlah kegiatan bimbingan dalam rangka melayani kebutuhan siswa di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Model ini menekankan pelayanan individual dan kelompok dan memungkinkan pelayanan yang bersifat preventif, preserveratif dan remedial dan mengutamakan ragam bimbingan belajar dan pribadi.
7. Ruth Strabf, (1964) yang berpandangan menyangkut bimbingan melalui wawancara konseling. Model ini menekankan bentuk pelayanan individu dan pelayanan secara kelompok dan mengutamakan komponen bimbingan pengumpulan dan wawancara konseling.
8. Arthur J. Jones, (1970) menekankan pelayanan bimbingan sebagai bantuan kepada siswa dalam membuat pilihan-pilihan dan dalam mengadakan penyesuaian diri. Bantuan itu terbatas pada masalah-masalah yang menyangkut bidang studi akademik dan bidang pekerjaan. Model ini juga menekankan bentuk pelayanan individu mengutamakan ragam bimbingan belajar serta bimbingan jabatan dan memberi tekanan pada komponen bimbingan penempatan pengumpulan data serta wawancara.
9. Chris D. Kehas, (1970) merumuskan tujuan pendidikan di sekolah, memberikan tekanan pada perkembangan kepribadian peserta didik, tetapi di lapangan hanya aspek intelektual yang diperhatikan. Dengan demikian tenaga-tenaga bimbingan hanyalah berfungsi dalam rangka meningkatkan efektivitas proses belajar mengajar di kelas.
10. Ralp Moser dan Norman A. Srinthall, (1971), mengajukan usul supaya di sekolah diberi pendidikan psikologis yang dirancang untuk menunjang perkembangan kepribadian para siswa dengan mengutamakan belajar dinamik-efektif yang menyangkut kepribadian nilai-nilai hidup dan sikap-sikap. Pelayanan bimbingan tidak hanyadibatasi pada mereka yang menghadap konselor sekolah, tetapi sampai pada semua siswa yang mengikuti pendidikan psikologis. Ini merupakan keunggulan modelnya.
11. Julius Menacker, (1976) model ini menekankan usaha mengadakan perubahan dalam lingkungan hidup yang menghambat perkembangan yang optimal bagi siswa. Keunggulan model ini ialah pandangan tingkah laku seseorang sebaiknya dilihat sebagai hasil interaksi antara individu dengan lingkungan hidupnya.

B. Pola-pola Bimbingan dan Konseling
Menurut hasil analisis Edward C. Glanz, (1964) dalam sejarah perkembangan pelayanan bimbinga di institusi pendidikan muncul empat pola dasar yang diberi nama sebagai berikut:
1. Pola Generalis, bahwa corak pendidikan dalam suatu institusi pendidikan berpengaruh terhadap kuantitas usaha belajar siswa, dan seluruh staf pendidik dapat menyumbang pada perkembangan kepribadian masing-masing siswa. Ujung pelayanan bimbingan dilihat sebagai program yang kontinyu dan bersambungan yang ditujukan kepada semua siswa. Pada akhirnya, bimbingan hanya dianggap perlu pada saat-saat tertentu saja.
2. Pola Spesialis, bahwa pelayanan bimbingan di institusi pendidikan harus ditangani oleh ahli-ahli bimbingan yang masing-masing berkemampuan khusus dalam pelayanan bimbingan tertentu seperti testing psikologis, bimbingan karir, dan bimbingan konseling.
3. Pola Kurikuler, bahwa kegiatan bimbingan di institusi pendidikan dusulkan dimasukkan dalam kurikulum pengajaran dalam bentuk pengajaran khusus dalam rangka sustu kursus bimbingan. Segi positif dari pola iniialah hubungan langsung terlibat dalam seluk beluk pengajaran, segi negatifnya terletak dalam kenyataan bahwa kemajuan dalam pemahaman diri dan perkembangan kepribadian tidak dapat diukur melalui suatu tes hasil belajar seperti terjadi di bidang-bidang studi akademik.
4. Pola Relasi-relasi Manusia dan Kesehatan Mental, bahwa orang akan lebih bahagia bila dapat menjaga kesehatan mentalnya dan membina hubungan baik dengan orang lain. Segi positif dari pola ini ialah peningkatan kerja sama antara anggota-anggota staf pendidik di institusi pendidikan dan integrasi social di antara peserta didik dengan staf pendidik.

C. Pendekatan atau Strategi Dasar
Seorang ahli bernama Robert H. Mathewson (1962), berhasil membedakan tujuh pendekatan atau strategi dasar yang masing-masing pendekatan meupakan kontinum yang bipolar. Ketujuh strategi dasar itu adalah sebagai berikut :
1. Edukatif versus Direktif, yaitu satu sisi pelayanan bimbingan dipandang sebagai pengalaman belajar bagin siswa yang membantu mereka untuk menentukan sendiri pilihan-pilihannya.
2. Komulatif versus Pelayanan, yaitu satu sisi satu pelayanan bimbingan dilihat sebagai progam yang kontinyu dan bersambung-sambung.
3. Evaluasi diri versus oleh orang lain, yaitu satu sisi satu pelayanan bimbingan dirancang untuk membantu siswa menemukan diri dan evaluasi diri atas prakarsa sendiri.
4. Kebutuhan Individu versus Kebutuhan Lingkungan, yaitu disisi satu pelayanan bimbingan menekankan supaya kebutuhan-kebutuhan masing-masing siswa dipenuhi.
5. Penilaian Subyektif versus Penilaian Obyektif, yaitu disisi satu pelayanan bimbingan diarahkan ke penghayatan dan penafsiran siswa sendiri terhadap dirinya sendiri serta lingkungan hidupnya, disisi yang lain menitikberatkan pengumpulan data siswa dari sumber di luar siswa sendiri.
6. Komprehensif versus Berfokus pada satu aspek atau satu bidang saja, yaitu di satu sisi pelayanan bimbingan diprogamkan sedemikian rupa sehingga semua tantangan dan permasalahan di berbagai bidang kehidupan siswa tercakup di dalamnya.
7. Koordinatif versus Spesialistik, yaitu di satu sisi ditangani oleh sejumlah tenaga melakukan kerjasama secara koordinatif dalam memberikan bantuan dan berkedudukan sama dan harus bekerjasama erat dalam mendeskripsikan ciri-ciri suatu program bimbingan yang dilaksanakan pada institusi pendidikan, di sisi yang lain ditangani secara spesifik berdasarkan keahlian.




















BAB 4

A. PENUTUP

Berdasarkan pembahasan tentang pola pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah pada bab 3 diatas dapat dimpulkan bahwa,:
I. Model-model bimbingan dan konseling dan pola dasar bimbingan dipakai sebagai pedoman dan pegangan dalam pelayanan di sekolah-sekolah.
II. Terdapat 4 pola dasar bimbingan yaitu pola generalis, pola spesialis, pola kurikuler, dan pola relasi-relasi manusia dan kesehatan mental.
III. Pendekatan dan strategi dasar ada 7 yaitu Edukatif versus Direktif, Kumulatif versus Pelayanan, Evaluasi diri versus oleh orang lain, Kebutuhan Individu versus Kebutuhan Lingkungan, Penilaian Subyektif versus Penilaian Obyektif, Komprehensif versus Berfokus pada satu aspek atau satu bidang saja, Koordinatif versus Spesialistik.

B. SARAN

Mahasiswa sebagai calon pendidik harus benar-benar mengerti, memahami dan mengaplikasikan dengan baik pembahasan tentang model-model pelayanan bimbingan dan konseling, pola dasar bimbingan, pola-pola bimbingan, dan pendekatan atau strategi dasar pada bimbingan dan konseling. Dengan demikian, mahasiswa nantinya pada saat menjadi pendidik akan dapat menciptakan generasi muda dengan kebenaran dalam sikap dan perilaku yang juga akan berdampak bagi negara yaitu negara Indonesia mempunyai sumber daya manusia yang kompetitif di dunia internasional dan memajukan Indonesia dalam berbagai bidang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar